Resep Masakan Terbaru
Setiap pola asuh yang diterapkan dalam keluarga oleh orangtua mempunyai dampak masing- masing pada psikologi perkembangan anak, baik pola asuh yang positif maupun yang negative. Oleh karena itu alangkah baiknya jika orangtua mengetahui pola asuh yang baik buat anaknya.
diantara banyaknya pola asuh menurut beberapa ahli, kami kan membahas dampak pola asuh menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga.
diantara banyaknya pola asuh menurut beberapa ahli, kami kan membahas dampak pola asuh menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga.
1. Autokratis (otoriter)
Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Seperti anak harus mematuhi peraturan-peraturan orangtua dan tidak boleh membantah, orangtua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya, atau jika terdapat perbedaan pendapat antara orangtua dan anak maka anak dianggap pembangkang. seperti dilansir Onlymyhealth.
Dampak pengasuhan otoriter pada anak adalah sebagai berikut:
Dampak pengasuhan otoriter pada anak adalah sebagai berikut:
· Harga diri
Kemungkinan besar yang terjadi pada anak adalah gagal mengakui individualitas mereka. Akhirnya anak-anak menderita rendah harga diri karena menganggap dirinya tidak berperan penting dan tidak cukup valid menentukan keberadaan mereka di tengah masyarakat.
· Kepercayaan diri
Anak-anak dengan orangtua otoriter selalu mengambil keputusan sepihak tanpa kompromi dengan anak. Anak pun akan gagal mengakui keinginan karena naluri mereka selalu dikendalikan. Mereka juga tidak percaya akan kemampuan diri mengambil keputusan penting.
· Kepatuhan
Karena cenderung dibatasi individualitasnya, anak-anak akan selalu mengikuti perintah orangtua tanpa keraguan. Mereka tidak berani bereksperimen dalam menangani situasi. Bahkan tidak mampu berhadapan dengan situasi stres dan tidak bisa mengekspresikan diri.
· Menang sendiri
Orang tua otoriter selalu menetapkan aturan dan panduan agar anak mengikutinya tanpa mempertanyakan baik dan buruknya. Bila mereka gagal melakukan sesuatu biasanya dikenakan hukuman. Anak-anak pun terbiasa untuk harus unggul dalam kegiatan di luar sekolah atau di lingkungan masyarakat.
· Kesepian
Sementara orangtua sibuk merumuskan pedoman, anak-anak mulai merasa kesepian dan menarik diri. Kemudian menjadi pendiam dan menutup diri. Banyak kasus anak menjadi depresi karena mereka tidak mendapatkan perhatian yang layak untuk didengar dan dilihat sebagai individu.[10]
2. Demokratis
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bgertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab atas segala tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatifnya, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orang tua.
Pola asuh demokratis juga akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru. Dan kooperatif terhadap orang lain. Banyak anak yang dibesarkan dengan cara otoriter menunjukkan tanda-tanda masalah psikologi seperti depresi, sering merasa takut, dan pada kasus terberat keinginan nekat seperti bunuh diri karena stres.
3. Permisif
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri. Ada kelebihan dan kekurangan yang dapat kita ambil dari pola asuh permisif ini, yaitu:
Kelebihan
Anak yang dibesarkan dengan kultur permisif, tumbuh dengan kemampuan berpikir secara kreatif dan bisa membuat banyak inovasi. Kebebasan untuk meraih apa yang mereka inginkan membuatnya bisa berpikir out of the box. Inilah budaya yang pada akhirnya membentuk Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan Steve Jobs.
Pola asuh permisif menghasilkan sikap yang cenderung lebih tegas dan agresif karena mereka tumbuh bukan sebagai pengikut yang hanya menuruti jalan yang dibuat orang lain. Melainkan, mereka tumbuh sebagai master dari masa depannya.
Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuk ini umumnya lebih gembira dan potensi terkena isu psikologisnya lebih kecil.
Kekurangan
Anak yang tak terbiasa ditekan oleh orangtua untuk melakukan suatu hal umumnya tumbuh sebagai sosok yang cukup puas dan tak berambisi tinggi.
Sejak kecil terbiasa untuk dimanja atau diberi kebebasan, dikhawatirkan ia mudah putus asa ketika tumbuh besar. Ketika ia harus bekerja keras untuk bertahan, ia bisa saja memilih jalan lain yang lebih mudah.[11]
4. Laissez faire ( Penelantar )
Pola asuh Laissez faire atau penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman. Pola asuh seperti ini juga akanmenghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
E. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA ASUH
Setiap orang mempunyai sejarah sendiri – sendiri dan latar belakang yang seringkali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda terhadap anak. Menurut Maccoby & Mc loby ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:
· Sosial ekonomi
· Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi.
· Pendidikan: Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya.
· Nilai-nilai agama yang dianut orang tua: Nilai – nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.
· Kepribadian: Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002). Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan bertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.
· Jumlah anak: Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar