Minggu, 18 November 2018

Terbaru 2020 - Guru Profesi yang Tidak "Menjanjikan" ( Bag. 2)

Resep Masakan Terbaru

Apakah anda berminat menjadi seorang guru? maka penting untuk mengetahui sekelumit kehidupan guru. Sambungan dari artikel saya sebelumnya Guru Profesi yang Tidak "Menjanjikan" ( Bag. 1). Silakan baca dari awal jika punya waktu.

Guru Profesi yang Tidak "Menjanjikan"
Guru Profesi yang Tidak "Menjanjikan"


Sekali lagi, kehidupan seorang guru telah berubah dari zaman ke zaman, dahulu begitu dihormati, dipandang sebagai orang yang bijaksana hingga orangyang menjadi tempat bertanya segala permasalahan. Meskipun kita tahu bahwa seorang guru bukanlah manusia super yang bisa tahu segala hal sekaligus.
Setidaknya gambaran tersebut cukup untuk menunjukkan posisi seorang guru dalam masyarakat Indonesia yang memang menjunjung tinggiorang yang layak untuk dihormati. Namun sekarang, guru tidak lebih dari sekadar profesi mengajar di sebuah lembaga pendidikan.
Terlalu banyak faktor jika ditanyakan "kenapa demikian?" Salah satunya adalah penjelasa saya di bagian pertama tulisan ini, yaitu rendahnya penghasilan sebagai seorang guru.

Pada masyarakat sampai berkembang pernyataan "kalau mau kaya jangan jadi guru", akhirnya saya mengerti sekali akan pernyataan ini. Karena memang (hampir) mustahil untuk bisa kaya dengan profesi guru. Jika ada yang kebetulan kaya, maka tidak lebih dari 2 kemungkinan. Pertama, guru tersebut punya usaha sampingan yang menghasilkan lebih banyak sehingga usaha tersebutlah yang menopang finansial sembari "nyambil" sebagai seorang guru. Kedua, memang berasal dari keluarga (orang tua) kaya, sehingga sudah punya aset produktif sembari "nyambil" sebagai seorang guru.

Sebenarnya sudah banyak langkah kebijakan yang diambil pemerintah guna mengatasi hal ini, mulai dari program sertifikasi, insentif dan semacamnya. Namun di lapangan, yang menikmatinya hanya segelintir dan bahkan kurang efektif dari segi hasil kebijakan tersebut. Sebagian besar lainnya hanya bersabar dan menunggu "nasib" untuk bisa merasakan sedikit manisnya profesi tersebut.

Lantas mengapa masih banyak orang yang berprofesi sebagai guru sekarang?
Ada beberapa kemungkinan menurut saya pribadi.
Pertama, memang sudah passion orang tersebut menjadi seorang tenaga pendidik, sehingga dia bisa dengan sabar dengan keadaan yang ada. Jika orang tersebut seorang guru PNS maka lebih mudah lagi.
kedua, terjebak di pekerjaan sebagai seorang guru. Maksudnya adalah ketika seseorang sudah mengambil kuliah di fakultas pendidikan, maka otomatis ijazahnya hanya diakui di dunia pendidikan, tidak di lainnya. Akhirnya yang bisa di tekuni profesi guru saja. Walaupun mungkin dalam hati kecil ada rasa ingin pindah profesi lain, namun berbagai macam pertimbangan membuatnya bertahan dengan profesi guru.

Akhir dari tulisan ini penulis ingin menekankan bahwa profesi guru tidaklah seindah julukan "pahlawan tanpa tanda jasa". Namun Sebagian besar guru memiliki kesabaran luar biasa, khususnya jika dia di posisi kepala keluarga sehingga masih bisa dengan tulus mengabdi pada negeri. Mendidik dan berupaya mencerdaskan generasi penerus walau kadang semakin berat tuntutan zaman.

Semua pihak turut andil dalam pendidikan bangsa ini, namun tidak bisa dipungkiri bahwa gurulah yang menjadi barisan terdepan dalam prosesnya. Untuk itulah hendaknya pemerintah, orang tua, masyarakat, bahkan siswa itu sendiri mulai memikirkan dan bertindak untuk menyelamatkan "guru" ini. Karena bukan mustahil jika keadaan terus seperti ini, anak muda tidak tertarik menjadi guru atau sebatas sampingan saja. Hal ini tentu saja akan berakibat fatal bagi generasi penerus bangsa ini.



Senin, 12 November 2018

Terbaru 2020 - Guru Profesi yang Tidak "Menjanjikan" (Bag. 1)

Resep Masakan Terbaru

suka duka guru
suka duka guru
  Sebagian besar kita ketika kecil jika ditanya "apa cita-cita kalau sudah besar nanti?" maka hampir bisa ditebak jawabannya kalau tidak dokter, pilot, polisi/tentara. Sebagian kecil akan menjawab jadi guru, barangkali si anak terisnspirasi oleh kebaikan gurunya ketika masih SD. Sejak awal sudah tertanam dalam benak kita bahwa menjadi guru bukanlah profesi pilihan utama bagi sebagian besar kita.
Penulis sendiri tidak ingat persis jawaban jika ditanya cita-cita seperti di atas. Namun entah bagaimana garis kehidupan membuat penulis menjadi seorang guru untuk saat ini. Sekitar 8 Tahun sudah menggeluti profesi ini dan sudah mulai mengerti asam garamnya menjadi seorang guru.

Berawal dari keterbatasan biaya untuk bisa kuliah, akhirnya memutuskan untuk mengambil akultas keguruan karena biayanya cukup terjangkau dibandingkan dengan fakultas lainnya kala itu.
Ketika kuliah pun mulai belajar untuk mencari pekerjaan yang tidak jauh dari dunia pendidikan, alhasil beberapa tempat bimbel dan privat pun dilakoni. Perlahan namun pasti akhirnya jiwa sebagai seorang pendidik mulai terpatri di dalam diri.

Bicara masalah profesi guru, adalah salah satu dilema menurut penulis sendiri. Kalau mau jujur, profesi guru hampir mustahil untuk bertahan hidup layak saat ini. Makanya sebagian besar guru pastilah punya usaha sampingan selain mengajar di sekolah.

Sebagian guru beruntung karena sudah berstatus Pegawai Negeri Sipil karena setidaknya biaya kehidupan keluarga hingga tua masih "terjamin". sebagian lainnya lagi beruntung karena bekerja di instansi swasta yang sudah bonafide. Sehingga bisa mendapat upah lumayan untuk kehidupannya. Bahkan sebagian tertentu isntansi ini lebih menggiurkan daripada PNS.

Tapi sebagian besar guru hidup dibawah bayang-bayang "honorer". Masih lebih baik jika yang dimaksud adalah "honorer pemerintah/daerah", kenyataannya honorer yang dimaksud adalah guru yang dibayar honornya seadanya. Honor yang dibayarkan saat dana BOS (Bantuan Operasional Komputer) yang notabene 3 bulan sekali (kalau lancar). Atau honor hasil sumbangan/patungan para guru PNS di sekolahnya jika mereka dapat tunjangan. Lebih kepada belas kasihan rekan sejawat saja jika begini.

Nominalnya? sebagian besar Rp. 300.000,- perbulan, jika beruntung dapat sampai 1,5 jt perbulan. Namun jangan harap rutin tiap bulan. Kondisi ini membuat "gali lobang tutup lobang" seorang guru honorer menjadi hal yang lumrah. Bahkan mungkin bisa bertahan hidup mengandalkan hutang dari warung tetangga yang masih mau mengerti dengan keadaannya. Lagi-lagi, lebih kepada belas kasihan tetangga.

Tidak kita pungkiri bahwa zaman sekarang, profesi guru bukanlah lagi profesi dihormati seperti orang tua kita dahulu. Guru hanyalah profesi yang bisa dibanggakan di lisan saja, sebagai pemanis ucapan untuk mengundang simpati orang. Salah satu penyebabnya adalah bahwa seorang guru tidak bisa lagi 100% mendedikasikan dirinya untuk pendidikan. Pikiran harus terbagi dengan bagaiman cara memenuhi nafkah keluarga.

Oleh karena itu tidak heran jika banyak kejadian guru mulai abai dengan siswanya, atau kalaupun masih peduli, hanya sebatas aturan formal di sekolah saja. Disisi lain, siswa mulai kehilangan panutannya, bahkan justru sebagian orang tua sendiri yang mengajarkan untuk tidak menghormati gurunya. Ini menjadi semacam lingkaran setan yang tidak kunjung ketemu ujungnya.
Tentu saja tidak sesederhana itu kita mencari solusinya.

Yang ingin penulis sampaikan di sini tidak lain hanyalah sepenggal kisah tentang guru yang galau dengan kehidupannya. Tulisan ini sekadar menambah deretan panjang tentang keluh kesah guru yang dari waktu ke waktu terus bertambah.

Walaupun demikian, masih banyak insan mulia yang dengan sabar terus mendidik generasi muda bangsa ini. Mereka diam, mereka "menerima" apa adanya dengan ikhlas. Tapi sebagai bangsa yang besar tidakkah kita tergerak memikirkan nasib mereka?



Bersambung.